Selasa, 24 November 2009

KLUSTER KOMPUTER ?

Kluster, dalam ilmu komputer dan jaringan komputer adalah sekumpulan komputer (umumnya server jaringan)independen yang beroperasi dan terlihat oleh klien jaringan seolah-olah komputer-komputer tersebut adalah satu buah unit komputer. Proses menghubungkan beberapa komputer agar dapat bekerja seperti itu dinamakan dengan Clustering. Cluster didesain agar meningkatkan kemampuan sebuah server, yakni dengan meningkatkan hal-hal berikut:



1. Toleransi kesalahan (fault tolerance), yang dapat menyebabkan server lainnya akan mengambil alih kerja serverutama ketika server utama mengalami kegagalan. Client tidak akan melihat pergantian peran ini. Dengan begitu, downtime pun dapat dikurangi secara drastis.
2. Penyerataan beban (load-balancing), yang dapat mendistribusikan beban server ke semua server anggota cluster. Dengan begitu, kinerja dan skalabilitas server pun menjadi relatif lebih baik.
Beberapa sistem yang mendukung cluster antara lain:
1. Windows NT Server, Enterprise Edition, dengan sebuah layanan yang disebut Microsoft Cluster Service (MSCS)
2. Windows 2000 Advanced Server, dengan sebuah layanan yang disebut dengan Microsoft Clustering Service
3. Windows 2000 Datacenter Server
4. Windows Server 2003 Enterprise Edition (x86/IA-64/x64), dengan sebuah layanan yang disebut sebagai Microsoft Clustering Service
5. Windows Server 2003 Datacenter Edition (x86/IA-64/x64)
6. Solaris UNIX
7. GNU/Linux
Karena menggunakan lebih dari satu buah server, maka manajemen dan perawatan sebuah cluster jauh lebih rumit dibandingkan dengan manajemen server tunggal yang memiliki skalabilitas tinggi (semacam IBM AS/400), meski lebih murah.

KOMPUTASI GRID BERADA DALAM KOMPUTASI KLUSTER
CLUSTERING COMPUTER
Seringnya, penggunaan utama kluster komputer adalah untuk tujuan komputasi, ketimbang penanganan operasi yang berorientasi I/O seperti layanan Web atau basis data. Sebagai contoh, sebuah kluster mungkin mendukung simulasi komputasional untuk perubahan cuaca atau tabrakan kendaraan. Perbedaan utama untuk kategori ini dengan kategori lainnya adalah seberapa eratkah penggabungan antar node-nya. Sebagai contoh, sebuah tugas komputasi mungkin membutuhkan komunikasi yang sering antar node--ini berarti bahwa kluster tersebut menggunakan sebuah jaringan terdedikasi yang sama, yang terletak di lokasi yang sangat berdekatan, dan mungkin juga merupakan node-node yang
bersifat homogen. Desain kluster seperti ini, umumnya disebut juga sebagai Beowulf Cluster. Ada juga desain yang lain, yakni saat sebuah tugas komputasi hanya menggunakan satu atau beberapa node saja, dan membutuhkan komunikasi antar-node yang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Desain kluster ini, sering disebut sebagai "Grid".
Beberapa compute cluster yang dihubungkan secara erat yang didesain sedemikian rupa, umumnya disebut dengan "Supercomputing". Beberapa perangkat lunak Middleware seperti MPI atau Parallel Virtual Machine (PVM) mengizinkan program compute clustering agar dapat dijalankan di dalam kluster-kluster tersebut.

GRID COMPUTING
Grid pada umumnya adalah compute cluster, tapi difokuskan pada throughput seperti utilitas perhitungan ketimbang menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang sangat erat yang biasanya dilakukan oleh supercomputer. Seringnya, grid memasukkan sekumpulan komputer, yang bisa saja didistribusikan secara geografis, dan kadang diurus oleh organisasi yang tidak saling berkaitan.
Grid computing dioptimalkan untuk beban pekerjaan yang mencakup banyak pekerjaan independen atau paket-paket pekerjaan, yang tidak harus berbagi data yang sama antar pekerjaan selama proses komputasi dilakukan. Grid bertindak untuk mengatur alokasi pekerjaan kepada komputer-komputer yang akan melakukan tugas tersebut secara independen. Sumber daya, seperti halnya media penyimpanan, mungkin bisa saja digunakan bersama-sama dengan komputer lainnya, tapi hasil sementara dari sebuah tugas tertentu tidak akan mempengaruhi pekerjaan lainnya yang
sedang berlangsung dalam komputer lainnya.
Sebagai contoh grid yang sangat luas digunakan adalah proyek Folding@home, yang berfungsi menganalisis data yang akan digunakan oleh para peneliti untuk menemukan obat untuk beberapa penyakit seperti Alzheimer dan juga kanker. Proyek lainnya, adalah SETI@home, yang merupakan proyek grid terdistribusi yang paling besar hingga saat ini.
Proyek SETI@home ini menggunakan paling tidak 3 juta komputer rumahan yang berada di dalam computer rumahan untuk menganalisis data dari teleskop radio observatorium Arecibo (Arecibo Observatory radiotelescope), mencari bukti-bukti keberadaan makhluk luar angkasa. Dalam dua kasus tersebut, tidak ada komunikasi antar node atau media penyimpanan yang digunakan bersama-sama.

SPESIFIKASI
Pertama, computer yang kita pakai harus memiliki koneksi permanen ke internet berpita lebar. Kedua kita harus memiliki komputer paralel yang siap menyala selama 24 jam dengan stabil dan tanpa gangguan. Terlebih untuk proyek semacam Grid yang mencakup pertukaran data lintas benua dalam jumlah yang sangat besar, koneksi yang stabil dan pita lebar (untuk Grid lebih kurang 10 Gbps) sangat mutlak.

IMPLEMENTASI
Sebagai contoh, seperti di Public Cluster LIPI (http://www.cluster.lipi.go.id), dari komputer paralel dengan 5 node masing-masing berbasis Pentium IV 2,4 GHz dan memori 1 Gb bisa diperoleh kemampuan sebesar 5 GFlops membentuk sebuah kluster.(di Indonesia)
Contoh paling terkenal adalah mesin pencari Google yang memanfaatkan lebih kurang 10.000 PC yang terangkai menjadi satu sistem dengan kemampuan komputasi yang canggih.
Komunitas di SETI@home (http://setiathome.ssl.berkeley.edu) pencari data untuk teleskop radio untuk melihat sinyal intelektual terestrial (sinyal dari mahkluk angkasa bila ada). Proyek yang dimulai tahun 1999 ini telah menghubungkan satu juta-an PC pribadi di seluruh dunia dan memiliki komunitas yang luar biasa di banyak negara. Satu juta PC yang terkoneksi di SETI@home ini memiliki kemampuan setara 60 TFlops ! Untuk komunitas fisika energi tinggi, khususnya eksperimen, bahkan telah mengembangkan gabungan kedua sistem. Yaitu menghubungkan komputer paralel di pusat-pusat penelitian dengan koneksi internet berpita lebar. Proyek ini dikenal sebagai Grid (http://www.grid.org). Ini bahkan telah menjadi proyek utama yang tidak terelakkan dalam melakukan analisa data eksperimen di akselerator-akselerator utama dunia. Dalam proyek ini tidak hanya kemampuan komputasi saja, melainkan juga potensi media penyimpanan yang besar menjadi tujuan utamanya. Dengan sistem ini dimungkinkan analisa data eksperimen secara real-time, sehingga bisa dilakukan penghematan kapasitas penyimpanan karena hanya data yang relevan saja yang disimpan secara permanen. Berbeda dengan sebelumnya dimana data eksperimen dianalisa secara off-line, sehingga diperlukan kapasitas penyimpanan yang sangat besar. Sistem ini akan dipakai pertama-kalinya untuk eksperimen di LHC (Large Hadron Collider) di CERN yang akan mulai berjalan pada tahun 2007.

Oleh : Ahmad Baharuddin
: Alumni tahun 2009
: Sekarang di PENS-ITS, Jurusan Informatika Prodi Teknik Komputer

Selengkapnya....

Kamis, 19 November 2009

Siapa Lebih Menikmati Pernikahan?

Siapakah yang paling menikmati indahnya sebuah pernikahan? Para pria atau para wanitakah yang lebih menikmatinya? Selama bertahun-tahun topik ini telah menjadi sebuah perdebatan yang sengit. Hingga kini, para pakar masih saling melemparkan pendapat. Banyak yang mengatakan bahwa para prialah yang lebih beruntung dalam sebuah pernikahan. Karena mereka mendapatkan seorang 'pelayan' yang akan mengatur rumah, mengurus anak-anak, mendorong mereka untuk pergi ke dokter, atau bahkan berbelanja ke pasar.


Linda Waite, seorang sosiolog terkenal dari University of Chicago dan seorang
feminis, serta salah seorang penulis buku yang banyak diminati The Case for Marriage mencoba menepis pendapat-pendapat seperti itu.
Menurutnya, para wanita sebenarnya juga memperoleh manfaat dan keuntungan dari sebuah pernikahan. Ia mengatakan bahwa isu tentang para pria lebih beruntung dan para wanita lebih dirugikan serta semakin tingginya angka perceraian telah mendorong sebagian besar wanita muda menghabiskan waktu mereka lebih banyak dalam meniti karir. Waite khawatir kalau kebohongan ini malah akan membawa kerugian untuk wanita-wanita tersebut. Untuk memperkuat pendapatnya, Waite memanfaatkan teknik-teknik riset terkini untuk mengukur apa yang dapat disusun oleh para sosiolog tentang kehidupan para suami dan istri. Ia memanfaatkan data-data dari penelitian barunya serta data-data dari penelitian lainnya yang telah diperbaharui dan dipusatkan pada dilema para wanita menikah yang mengalami depresi. Di antara penemuan-penemuan pada kartu nilai dari Waite dan Marie Galagher, rekan penelitinya dari Institute for American Values, sebuah lembaga pemikiran nirlaba yang memusatkan perhatian pada kehidupan keluarga, diperoleh kesimpulan
sebagai berikut.

a.. Para pria memperoleh berbagai manfaat kesehatan yang lebih besar dari sebuah perkawinan dibanding para wanita, karena para istri biasanya mempengaruhi para suami untuk mengadopsi pola dan gaya hidup mereka yang lebih sehat.

b.. Para suami dan istri dengan komitmen yang sama terhadap satu sama lain, mengekspresikan tingkat kepuasan yang sama dalam pernikahan mereka. Mereka sama-sama bahagia.

c.. Para wanita memperoleh keuntungan finansial yang lebih besar dibanding para pria. Terutama wanita yang sebelumnya tidak bekerja.

d.. Dalam hal kepuasan seksual, kedua jenis kelamin sama-sama memperoleh keuntungan yang lebih besar. Besarnya komitmen dalam pernikahan meningkatkan kepuasan seksual seorang wanita. Memiliki seorang pasangan tetap yang dicintai juga meningkatkan kepuasan seksual seorang pria.
Sedangkan David Myers, seorang psikolog sosial dan penulis The Pursuit of Happiness juga mendukung pernyataan bahwa para wanita sama bahagianya dengan para pria dalam sebuah pernikahan. "Pemikiran bahwa para wanita akan lebih bahagia jika mereka tidak menikah dan para pria akan lebih bahagia jika mereka menikah sama sekali tidak benar.
Bukti-bukti yang ada menunjukkan kebalikannya berkali-kali lipat," ungkap Myers. Ia mengutip sebuah penelitian besar yang diakui dan dilakukan terhadap lebih dari 35.000 orang dewasa. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa persentase serupa dari para wanita menikah (41%) dan para pria menikah (38%) mengatakan bahwa mereka sangat bahagia, jauh melebihi orang-orang yang tidak menikah ataupun yang telah bercerai.
Walaupun ada beberapa hal yang mengindikasikan bahwa sebuah pernikahan yang buruk mungkin lebih menyedihkan untuk seorang wanita, mitos bahwa para wanita lajang umumnya lebih bahagia ketimbang para wanita yang telah menikah dapat disingkirkan, demikian dipaparkan oleh Myers dalam American Psychologist. "Para wanita zaman sekarang lebih realistis dalam menilai sebuah pernikahan. Mereka tahu bahwa pernikahan tidak memiliki jaminan, dan tidak ada keajaiban dalam sebuah cincin pernikahan. Keajaiban datang dari sebuah hubungan yang sehat dan kuat," ujar Myers.
Bagaimana komentar Anda?





Selengkapnya....

cerita tentang Keajaiban sholat dhuha dan surat yasiin

Saya Anna, dulu hidup saya sangat memperhatinkan aku bekerja di perusahaan swasta, suamiku cuma guru swasta biasa yang penghasilannya tak seberapa, aku punya satu putri. Karena penghasilanku lebih dari suami jadi akulah yang berperan dalam mencukupi kehidupan kami. Tapi itu semua tidaklah cukup karena lebih besar pengeluaran dari pada pemasukan, akhirnya aku terjebak pada rentenir, tagihan kartu kredit yang terpaksa aku pakai, belum lagi kredit motor dan masih banyak kebutuhan yang aku harus penuhi. Tapi yang aku kecewa suamiku tak mau tahu
apa yang aku lakukan, kami sering bertengkar sampai hampir bercerai hanya karena uang, karena aku tidak sanggup untuk membayar semua tagihan tersebut mulailah satu persatu collector datang baik ke kantor bahkan kerumah, sampai ancaman2 aku terima. Hutangku disana sini, pikiranku buntu kemana aku harus mencari tambahan, aku sudah sangat malu pada orang disekelilingku. Aku sempat mendatangi beberapa paranormal untuk menuntaskan masalahku tapi bukan jalan keluar yang aku dapatkan malah uangku yang habis percuma. Sampai aku menonton acara Ustadz Mansyur \”Keajaiban Bersedekah\” di salah satu TV Swasta, terbukalah mata hatiku, aku menangis sejadi jadinya kenapa aku lupa dengan Allah sang maha pencipta segalanya. Sejak itu aku sering melakukan sedekah, sholat Dhuha dan membaca Surat Yasiin, aku serahkan segalanya pada Tuhan dan aku yakin Tuhan tidak akan memberi cobaan diluar kemampuan umatnya. Tapi rupanya Tuhan masih mengujiku doaku belum dikabulkan malah bertambah parah cobaan yang dia berikan, caci maki, hinaan aku terima sampai aku dilaporkan ke pihak yang berwajib. Aku putus asa lagi, dimana Tuhan pada saat aku membutuhkannya, suamikupun tak bisa berbuat banyak malah dia menyalahkan atas semua perbuatanku, aku benar2 putus asa (aku dan suamiku memang sering bertengkar dan kami kurang akur). Sempat dipikiranku ingin bunuh diri atau menjadi wanita penghibur saja dan itu selalu ada dipikiranku, aku tinggalkan Tuhan karena aku tidak percaya Dia lagi, tidak ada seorangpun yang dapat membantuku malah keluargaku mencelaku,hanya ibuku yang perduli tapi diapun tidak bisa berbuat apa2. Saat tengah malam aku terbangun, dipikiranku aku ingin mengakhiri hidupku, pisau telah kupersiapkan dan pada saat aku ingin melakukannya aku lihat anakku yang tertidur pulas, aku langsung menangis apa yang telah aku lakukan, aku akan meninggalkannya…… Aku tersadar lalu aku langsung mengambil air wudhu dan sholat Tahhajud, pikiranku menjadi tenang. Aku harus hadapi semua ini dan aku yakin pasti ada jalan keluarnya. Kurang lebih satu tahun aku di berikan Tuhan cobaan ini. Hari demi hari aku lalui dengan kesedihan dan penderitaan, tapi setiap hari aku lakukan sholat Dhuha dan membaca surat Yasiin malah setiap ada kesempatan aku baca, itu semua aku lakukan terus dan terus menerus. Aku juga masih mendoakan suamiku agar diberi pekerjaan yang lebih baik dan rumah tanggaku kembali. Ya Allah…………ternyata Engkau tidak tidur, Engkau ada, Engkau dengar doaku. Suamiku diterima disebuah perusahaan yang cukup terkenal di Palembang dan kehidupanku mulai agak membaik tetapi ternyata itu membawa masalah baru, suamiku mulai bertingkah dengan melirik wanita lain, Tuhan………… cobaan apalagi yang Engakau berikan padaku belum selesai semua permasalahanku sudah Engkau tambah lagi, tapi dengan semua kejadian ini aku semakin dekat dengan Tuhan. Aku berdoa memohon agar aku diberikan jalan keluar atas masalahku dan diberikan pekerjaan yang lebih baik dan sempat aku berdoa agar aku dipertemukan dengan orang yang bisa mengerti aku karena aku sudah tidak cocok lagi dengan suamiku. Bulan Ramadhan 1428 H adalah bulan anugrah bagiku, akhirnya aku diterima bekerja disebuah Perusahaan Asing dengan Jabatan dan Penghasilan yang lumayan dan malah sekarang aku bisa membantu keluargaku yang semula mencelaku dan aku juga dipertemukan dengan orang yang aku harapkan walaupun muncul masalah baru lagi tapi aku percaya Tuhan ada dan akan selalu ada di hatiku, Dia tidak tidur, Dia maha tahu segalanya. Sampai sekarang aku selalu mengamalkan dan menjalankan sholat Dhuha dan membaca Surat Yasiin dan juga tidak lupa untuk selalu bersedekah. Semua permasalahanku aku serahkan pada Tuhan karena Dia tahu yang terbaik bagiku, rumah tanggaku, jodohku dan rejekiku.

Azizah Nurul Aini

Selengkapnya....

Minggu, 15 November 2009

Ideologi Satu Bukti Pencarian Identitas Manusia

Selama hampir empat abad lamanya, ide pembaharuan terhadap problematika kontemporer yang mencuat di pelbagai pelosok dunia berada pada suatu system “kebingungan yang tidak bisa digambarkan”, dan hampir semua system kebingungan itu termanifestasikan dengan mulut tanpa ada polemik atau pun kontroversi. Dan ini adalah gembaran akan antah-berantahnya tatanan dunia.
Rangkaian peristiwa dan kasus yang saling meningkahi sejak tahun 1914 M telah menguburkan pelbagai macam ilusi tentang pembaharuan tatanan global dan telah melibas habis pelbagai macam ideologi kehidupan yang pada akhirnya menjadi manuskrip-manuskrip ideologi yang terkompilasi dalam ensiklopedia mati.

Musim panas (summer) tahun 1914 M telah menjadi saksi bisu akan hancurnya berbagai macam harapan yang telah dibangun di atas pondasi evolusi yang penuh dengan kedamaian oleh para kapitalis dunia, dan 1914 juga telah menjadi saksi mati akan hancurnya faham-faham sosialisme-internasional.

Krisis tatanan global yang berawal pada tahun 1929 M adalah krisis terpanjang dan tragedi paling memilukan yang pernah dialami oleh peradaban manusia di muka bumi ini. Seandainya saja dunia dan segala isi yang dikandung dalam perutnya, seandainya saja bebatuan yang berserakan ditepian kehidupan manusia, seandainya saja pepohonan dan rerumputan yang nakal juga debu-debu yang berterbangan mempunyai hati dan perasaan, pasti mereka akan menangis dengan kepiluan yang diderita oleh umat manusia, dan mereka pasti akan menyampaikan kodolensi yang teramat dalam atas nama dunia kedua yaitu dunia mereka, tapi sayang mereka hanyalah makhluk-makhluk mati yang tak bisa mengucapkan kalimat barang sepatah pun dan tak bisa meneteskan air mata barang sebutir pun sebagai simbol kepedulian terhadap penderitaan manusia.

Kebutuhan terhadap ideologi laksana kebutuhan manusia terhadap agama, atau bahkan ideologi legi dibutuhkan bagi manusia daripada agama dalam tataran berbangsa. Singkatnya ideologi adalah agama baru.

M. Ulinnuha

Selengkapnya....

Islam Prematur Masyarakat Akademis

Kelahiran Islam dari kesadaran manusia adalah problem. Islam yang paripurna hanya Islam versi Tuhan. Tidak ada yang tahu persis keberislaman yang model seperti apa kiranya, yang sesuai dengan versi-Nya. Semuanya sebatas berjalan pada satu titik pencarian yang tanpa ujung. Perjalanan dan proses dalam pencarian meniscayakan kontemplasi, curahan nalar dan perenungan panjang
untuk meraih kesimpulan. Bisa dikatakan belajar untuk resah. Karena kebenaran yang sejati, setidaknya menurut sang pencari yang tidak malas, akan muncul dari proses bergumul dengan resah. Orang yang selalu resah, yang selalu merasa tidak puas, yang selalu merasa perlu ditinjau ulang kebenaran yang didapatkan, yang subyektiv dan nisbi—apalagi kebenaran konvensional. Kepuasan hanya fantasi yang menipu, yang menjanjikan sebuah kedustaan yang akut. Para filsuf dan orang-orang besar dalam sejarah adalah orang yang sedang berusaha menaklukkan keresahannya sendiri. Penekanannya terletak pada proses pencarian itu, yang selalu saja membikin resah.

Landasannya adalah istidzlal (penalaran dengan menyusun premis-premis logis dalam pencapaian kebenaran), dan apa yang dicapai, diyakini. Karena jika dibalik, batasan-batas keyakinan dipatok terlebih dahulu dan kemudian baru menalar dalam mencari bukti-bukti logis yang sesuai dengan batasan-batasan itu, maka akan menimbulkan religiuitas yang apologetik. Nyatanya pihak yang telah mematok batasan keyakinan, cenderung memunguti dan mencomot premis-premis kebenaran yang telah diraih oleh pihak lain, semisal Barat—dengan "bermuka tembok" dikatakan semua yang didapatkan Barat sudah ada di Quran. Barat yang cape-cape riset, penelitian dan percobaan, setelah berhasil dan teruji kebenarannya, mereka dengan serta-merta mengakuinya. Dan ironinya, mereka merasa pihak yang paling Islam dan memfonis pihak lain yang notabene teman seagamanya, yang ketepatan suka juga mengkutip-kutip pemikiran Barat dengan jujur adalah tindakan yang salah, dan menghardiknya sebagai golongan yang terkontaminasi alias keberislaman yang tidak orisinal. Pelacuran intelektual telah memasuki pori-pori nalarnya, dengan tanpa jujur-feer dan tanpa berani menyatakan bahwa dirinya hanya lah sebatas pemungut data. Hal ini bisa kita amati dalam masalah i'jaz 'ilmi, ekonomi Islam, dll, seakan teori dan rumus ala Barat yang sekedar dikupluki. Moral lagi-lagi dicampakkan demi mempertahankan keyakinan yang—tanpa disadari—adalah salah kaprah. Amin al-Khuli jauh-jauh hari sudah tidak setuju dengan i’jaz ‘ilmi: sebuah bentuk religiuitas yang apologetik.

Moral dinomor duakan dari legal-formal akan menggerus nilai-nilai humanisme dan a-historis. Tidak kaget jika saya pernah diusir dari tempat duduk oleh gadis [mahasiswi] bercadar, lantaran dia mengira “duduk berdampingan dengan pria lain adalah tidak boleh”—meski membikin berang teman-teman yang duduk di baris belakang saya, dengan menceletuk keras, "Mobil embahmu apa maen usur seenaknya saja!". Fenomena ini, bagi saya, adalah fenomena yang sangat menggelikan dan sangat memprihatinkan bagi Islam sebagai Agama. Islam difahami dengan salah-kaprah, dan akibatnya seakan Islam tidak realistis dan a-sosial. Barang kali saya merasa baru melihat keberislaman yang sangat kaku justru ada di komunitas masyarakat akademis, tidak saya temukan pada waktu saya di pesantren. Ironi memang. Saya menemukan fenomena Islam yang membebaskan dan dinamis dalam dimensi legal-formal syariah di pesantren klasik, yang sering mendapatkan tudingan "kolot dan lapuk", di mana mereka seakan hafal pendapat-pendapat para ulama, dari pendapat yang dianggap paling kuat sampai yang paling lemah. Dan tidak jarang di dalam menetapkan kongklusi hukum, dengan berani, mengambil pendapat yang dianggap lemah, mengingat pendapat itu relevan dengan konteks kekinian. Ada upaya kontekstualisasi syariah. Karena itu, jika seorang perempuan itu adalah seorang yang alumni pesantren klasik, dia akan tahu bahwa “di tempat yang ramai, seperti bus angkutan umum, adalah tempat yang aman dari fitnah”, maka dia tidak bakal melakukan kelakuan yang memalukan dan malu-maluin seperti di atas. Kalau begitu, hayo siapa yang kolot?!

Cadar, menurut sumber yang saya dapatkan, bukan fenomena keberagamaan an sic, melainkan ada alasan-alasan yang cukup fariativ: adakalanaya menghilangkan jejak dari incaran para "pendekar mata keranjang" atau para "pendekar berwatak jahat", adakalanya agar wajah terawat-bersih tidak tersentuh kotoran dan debu, adakalanya—barang kali—faktor 'caper', dan masih ada lagi alasan yang bukan bersifat religius lainnya. Dari sekian banyak warna-warni motif alasan, bisa dipastikan bahwa Cadar adalah bukan simbol kesalihan seseorang, bahkan moralitas sebagian seorang yang bercadar tidak lebih baik daripada yang tidak bercadar—apalagi dalam konteks sosial, yang meniscayakan refleksi-ekspresi raut muka yang bisa menggambarkan kepribadian.
Gembar-gembor "pengharaman pacaran" yang digulirkan kalangan Ucrit (temannya Usroh), yang pernah bergulir di tengah-tengah kita dengan menyebarkan angket adalah cemin kemunafikan mereka, yang cenderung sok alim dan sok Islam, yang pada hakikatnya mereka juga adalah pelakunya. Mereka berdalih “pacaran yang Islami”. Pacaran diislamkan. Mereka dalam berpacaran tidak kalah ‘parahnya’. [Di sini saya tidak perlu mengkongkritkan bentuk ‘keparahannya’ itu]. Justru mereka adalah golongan yang tidak memiliki kesabaran menahan “gatal”, sehingga dengan tanpa pikir panjang menikah dalam usia “balita” adalah solusinya.

Pemahaman yang sangat permatur dengan mengatas namakan Islam, tanpa sadar, adalah bumerang bagi Islam. Sebab, Islam semakin dijauhkan dengan alam realita, yang demikian dinamis. Yang disayangkan lagi adalah sebuah pemahaman telah dianggap sebagai Islam sebenarnya. Tidak mengapa bukan jika pemahaman itu sudah melalui proses pendewasaan, seperti pemahaman santri yang berusaha mengadaptasikan Islam dengan positif dan progresif, bukan hanya berhenti pada pemahaman terhadap teks-teks klasik (disebut dengan Kitab Kuning), melainkan selangkah lebih maju dengan mengembangkan fiqh al-manhaji?

M. Ulinnuha

Selengkapnya....

Islam Sejati vis a vis Islam Madzhab Wacana (Sebuah Percaturan Islamic Study)

Syahdan, belajar Islam di Barat unggul dalam segi metodologi, dan belajar Islam di dunia Timur-Islam unggul dalam segi materi. Keharuman di satu dimensi, rupanya meniscayakan kebacinan di satu dimensi yang lain. Plus-minus itu terpatri semenjak Islam ‘dilirik’ oleh Barat sebagai objek ilmu pengetahuan. Bisa dikatakan sudah seluruh disiplin ilmu pengetahuan Islam dikuasai dengan baik oleh Barat.

Di tangan Barat, wajah ilmu pengetahuan Islam berubah, yang menggelikan, yang mengguncang bangunan keyakinan Islam yang tertanam di dalam lubuk sejak lama, yang memukau, dan yang sekaligus menghardik kesadaran. Barat bisa menjadikan Islam yang berbeda dan yang lain. Dalam mengkaji, ada jarak yang ketat antara subjek dan objek kajian, tidak berlandaskan pada prasangka ideologis, pra-wacana, dan keyakinan yang terbangun semenjak kecil yang tersemat di alam bawah sadar, sehingga bisa melihat objek secara kritis-obyektif: Barat bak memberikan cermin agar umat Islam berkaca, barang kali di wajahnya telah tumbuh jerawat-nanah dan darah, barang kali di kedua lubang hidungnya ada ingus yang setengah mengering, dan barangkali ada belek di mata dan bekas air liur yang keluar dari mulut. Barat—dengan mengecualikan para pengkaji yang didorong murni demi mencari kebenaran yang ingin dipeluk—menganggap mempelajari Islam hanya sebagai salah satu fenomena dunia yang perlu dipelajari, dan sebagai tetangga peradaban yang memiliki weltanshaung (pandangan hidup) sendiri, yang baginya, berinteraksi dan saling mengusik adalah hal yang pasti. Seakan Almarhum Prof. Dr. Edward Sa’id, semoga Allah memberikan rahmat kepadanya, berujar bahwa, Barat mempelajari dunia Timur, pada umumnya, dan Islam, pada khususnya, adalah bertujuan imperialisme dan kolonialisme. Sejatinya Barat mempelajari dan memahami dunia Timur-Islam dengan dobel ganda: nafsu untuk berkuasa, dan mengambil nilai yang bisa menyembuhkan krisis nilai yang menjangkiti dunia Barat. Sebagai misal, tradisi sufisme Islam diadopsi untuk menangani krisis spiritual Barat yang semakin materialis.
Kajian Islam yang dihasilkan Barat bisa memukau. Alat bedah yang digunakan Barat relatif canggih dan baru: dengan menggunakan metodologi yang telah ditemukan, yang semarak didiskusikan, di Barat. Dengan mengedepankan metodologi, akan ada pereduksian data dan—tidak jarang terjadi—“pemerkosaan” fakta, serta membuat bukti-bukti fiktiv sebagai penutup terhadap kekosongan yang ada. Karena metodologi memiliki sifat pembawaan, yaitu karakteristik yang reduktif. Di samping itu, kajian mereka tidak sepenuh hati, tetapi setengah hati, karena target mereka bukanlah mengusung “Islam sejati” melainkan mengusung “Islam madzhab wacana”.
Kajian Islam di dunia Islam, yang dikaji oleh orang sendiri, sejak masa kemunduran Islam sampai awal abad ke-20, telah mengedepankan data, fatkta, dan bersifat normatif. Tanpa ada metodologi baru sebagai pisau analisa, sebuah kajian seakan berisikan tumpukan data yang tidak bergairah, mati, tidak bisa didayagunakan dan diproyeksikan sebagai maenstream pemikiran yang bisa mengusung kemajuan dan kontekstual. Penyuguhan kajian Islam yang bersifat normatif, bagi sebagian orang, tidak sampai pada puncak klimaks-intelektual, yang miskin analisa sehingga ketika disimak hanya akan mengakibatkan ‘ejakulasidini-pemikiran’ bagi penyimaknya.
Ada satu generasi—yang saya namakan generasi emas—muncul di tubuh Islam. Mereka membawa kecenderungan baru dalam mengkaji Islam. Disamping penguasaan materi dan data yang cukup mumpuni, pun, mereka menggunakan metodologi baru yang dipinjam dari dunia Barat sebagai pisau analisanya. Sekedar menyebutkan sebagian, seperti Abdurahman Badawi dengan metode eksistensialis, Hasan Hanafi dan Adones (nama asli Ali Ahmad Sa’id) di dalam karya al-Tsabit wa al-Mutahawil, dengan metode fenomenologi, Muhammad Abid al-Jabiri dengan metode strukturalis, Husein Murwah, Tayyib Tizini dan Mahmud Isma’il dengan metode dialektika-historis-materialis, dan pemikir lain, yang tidak disebutkan di sini. Tujuan yang saya tangkap dari mereka, adalah demi sebuah progresifitas dan kemajuan Islam. Namun, yang dikhawatirkan, mereka menganggap metode sebagai satu-satunya mantra tua yang bisa datang untuk menyihir, ‘berpuas diri’, yang sejatinya metode itu sudah ditinggalkan, bahkan diruntuhkan dengan teori baru, sejak lama di bumi pertiwi metode itu lahir, dan terjebak pada reduksionisme sebagai karakteristiknya yang paten. Satu keuntungan, pisau analisa mereka bukan untuk menikam Islam, sebagaimana sakwasangka sebagian orang. Justru, orang seperti Ali Sari’ati, mengambil pisau analisa dari Barat untuk menikam Barat.
Sebagian orang Islam, berasumsi bahwa, saat ini, kiblat ilmu pengetahuan Islam adalah Barat. Mereka berbondong-bondong menuju Barat. Mereka baru merasa pede, kalau sudah pernah kuliah di Barat atau sudah menulis dengan mengutip sana-sini karya pemikir Barat. Bagi saya, kecenderungan semacam ini adalah wajar dan seharusnya dilakukan, meski terasa ironis. Karena Islam telah kecolongan untuk kesekian kalinya. Lebih tragis lagi, umat Islam bodoh dengan Islam. Mestinya harus ada koreksi internal. Apa kesalahan umat Islam dalam mengkaji? Mengapa syahwat-intelektual mereka, sebagian umat Islam, mengendor dalam mengkaji Islam yang disuguhkan oleh umat Islam sendiri? Namun, dari kajian Islam yang disuguhkan generasi emas, cukup efektiv memenuhi, meski tidak bisa luput dari kekurangan.
Saya terusik dengan pertanyaan yang menggaruk-garuki hati yang tidak gatal, bisakah mengkaji ilmu pengetahuan Islam dengan pisau analisa post-metodologi, dengan mengingat metodologi akan menjebak kita pada kubangan reduksionisme dan kolonialisme, karena metodologi akan menafikan dan menggerus metodologi lain? Bukan kah, lepas dari satu metode akan masuk kepada metode yang lain? Atau mengkaji dengan multi-metode?
Kesalahan fatal bagi umat Islam, kata Mohammed Arkoun, adalah dalam mengkaji Islam lebih mengedepankan pembacaan yang bersifat teologis (qira’ah imaniyyah) daripada pembacaan yang bersifat ilmiah. Sehingga menimbulkan rasa takut terlebih dahulu dan tumpulnya daya kritis. Jika dibalik, mengkaji Islam ‘habis-habisan’ dengan pembacaan ilmiah dengan semua metode yang paling canggih, setelah berhasil baru kemudian disusul dengan pembacaan teologis, maka akan jauh lebih baik daripada yang awal: kritisisme-ilmiah sebagai raja dan pembacaan teologis sebagai punggawanya.
Umat Islam untuk menjadi diri sendiri seakan terasa berat dipikul pada pundak sendiri, sehingga seakan perlu meminjam dan meminta bantuan atau dibantu. Pencarian identitas sesungguhnya mengandaikan kemandirian: ia ada karena ada sesuatu yang mandiri pada dirinya, bukan diadakan oleh pihak lain. Bisakah studi Islam disapih dari induk Barat? Butuh berapa generasi lagi kah studi Islam bisa mandiri dan bisa mengusung Islam sejati? eNdilalahe, kita punya tradisi malas.

M. Ulinnuha

Selengkapnya....

URGENSITAS PENYEIMBANG

Seimbang, berimbang, adalah satu kata yang artinya hampir menyerupai kata adil dalam arti tidak berat sebelah maupun sama. Dalam kamus peristilahan norma-norma Islam, kita mengenal kata tawazun dalam arti yang sama, sekaligus lebih mewakili bila dibandingkan dengan istilah lainnya.


Tawazun adalah satu sikap yang semestinya dimiliki oleh setiap insan dalam melakukan berbagai hal dan beraktifitas. Karena, sejauh kita mengenal islam, hanya Islamlah satu-satunya agama yang memiliki prinsip ini. Baik dalam aktifitas ruhani maupun jasmani. Salah satu bukti wujud prinsip ini dalam Islam adalah banyaknya kita temukan pesan –pesan agama yang tertuang dalam bentuk peribahasa. Seperti, kun fursanan bi an-nahar wa ruhbanan bi al-lail yang artinya jadilah penunggang kuda (pencari rezeki) di siang hari, tapi jangan lupa untuk menjadi Rahib (ahli ibadah) di malam hari. Pepatah ini bertujuan membimbing kita untuk selalu berusaha mencari dan memenuhi kebutuhan duniawi, tapi ingat, harus diimbangi dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan ukhrawi.

Wujud lain yang menguatkan kepada kita bahwa tawazun merupakan kebutuhan, dapat kita rasakan dalam hal masak-memasak. Ketika seseorang memasak, setelah menaburi garam ia juga akan menaburi gula dalam kadar secukupnya, begitu juga sebaliknya. Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan rasa asin maupun manis pada masakan tersebut, sehingga rasa asin atau manisnya stabil dan tidak berlebihan. Jadi, dari uraian diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa sebagian fungsi penyeimbang adalah untuk menstabilkan.

Demikian pula dalam berinteraksi, kita perlu memiliki sikap seperti gula atau garam diatas. Hal ini berdasarkan fenomena bahwa segala macam bentuk interaksi seperti persahabatan, group-group olah raga, musik, pecinta alam maupun berbagai club study tidak akan terjamin kelanggengannya bila interaksi ini berjalan tanpa diiringi sikap saling mengimbangi. Namun, perlu diketahui bahwa sikap ini akan sulit terwujud bila yang bersangkutan belum saling mengenal dan memahami.

Sekarang, yang menjadi permasalahan, apa standar yang akan kita jadikan tolak ukur dalam mengukur kadar suatu penyeimbang? Hal-hal seperti ini kelihatannya amat sepele, namun, terkadang, tanpa disadari, ia telah dan akan menggerogoti sebagian besar bentuk interaksi yang kita jalin. Seorang yang meyakini bahwa kehidupan ini bukanlah semata-mata untuk diri sendiri, melainkan ia hanyalah bagian dari kehidupan lainnya, tentu akan berusaha melakukan berbagai hal demi tercapainya jalinan harmonis antar sesama makhluk disekitarnya maupun diseluruh jagad raya. Karena ia sadar, bahwa kebahagiaan hidupnya memiliki keterkaitan dengan kebahagiaan orang-orang disekitarnya. Tidaklah dikatakan seseorang bahagia dengan kenikmatan dan menikmati apa yang ada pada dirinya. Jiwanya akan berontak dan tidak akan tenang selama hak-haknya tidak terpenuhi. Karena pada hakikatnya, suatu jiwa memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan jiwa-jiwa lainnya yang sesuai dengannya. Untuk itulah, pemilik jiwa tersebut perlu mencari jiwa-jiwa yang lain itu, demi memenuhi kebutuhan jiwanya.

Dalam diri kita terdapat berbagai macam wasa’il yang dapat kita gunakan dalam memenuhi hal-hal diatas. Diantaranya, manusia memiliki perasaan, yang dengannya kita dapat merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain. Jadi, hambar dan dan antusiasnya sikap seseorang dapat kita ukur dengan perasaan. Demikian halnya dengan akal yang dengannya manusia dapat mengenal dan menyimpulkan cara-cara beradaptasi dengan lingkungannya. So, alangkah malangnya manusia yang tidak dapat menggunakan wasa’il yang sudah dimilikinya. Coba Anda bayangkan! Apa jadinya dunia ini bila dihuni oleh manusia-manusia yang menomorsatukan egonya sendiri. Sungguh, akan tiada lagi arti kesejatian, kesetiaan, dan keabadiaan. Haruskah kita pertanyakan kembali relevansi “Al-Insan madaniyyun bi at-thoba’I”?

Semoga tulisan ini dapat menggugah kita dan selanjutnya menyadarkan akibat yang akan timbul bila masih banyak diantara manusia yang kurang memahami urgensitas penyeimbang.

M. Ulinnuha











Selengkapnya....

Rabu, 11 November 2009

TAHAJJUD DAN DOA AGAR BISA BANGUN MALAM

Sepertiga malam merupakan waktu yang istimewa, bagaimana tidak, Allah menanti hambanya yang berusaha bangun dengan cobaan kantuk yang kuat, melawan rasa
malas,melawan dinginnya malam, melawan rasa takut ke kamar mandi malam-malam, demi bermunajat kepada-Nya. Di sepertiga malam itu, hanya beberapa persen dari penduduk bumi yang memanfaatkan waktu istimewa tersebut, sedangkan yang lainnya tertidur lelap.
Mengapa banyak orang yang malas bertahajjud??
Mereka menjawab :
“malas, enakan tidur”
“ngantuk nih, lagian dingin banget”
“besok aku kuliah pagi,besok aku harus kerja pagi, jadi takut ngantuk kalo bangun malem2 gini”

Barangkali, kita semua yang masih malas bertahajjud disebabkan karena belum mengetahui faedah-faedah tahajjud. Dan berikut ini adalah sebagian dari beberapa faedah tahajjud :

1. Dipermudah dalam segala urusan. Ada sebuah kisah nyata tentang seorang bapak yang gemar bertahajjud. Beliau bekerja pas-pasan, gaji tak besar, memiliki anak dan istri, namun mereka tidak pernah merasa kakurangan dalam hal materi, hidup tentram penuh senyuman. Ketika bapak tersebut ditanya bagaimana dia dan keluarga bisa hidup damai seperti itu, dia menjawab “jangan tinggalkan sholat tahajjud”
2. Sebagai obat bagi badan, badan pun menjadi sehat. Untuk keterangannya, baca buku “Terapi Sholat Tahajjud” karangan Dr.Sholeh. Melalui penelitian berbulan-bulan tentang rahasia dibalik sholat tahajjud, ternyata tahajjud bisa membuat badan jadi sehat. Heningnya sepertiga malam, aliran udara yang tenang, berkolaborasi dengan gerakan sholat, dan menghasilkan beberapa manfaat besar. Begitulah kilasan gambarannya.
3. Menenangkan hati dan menjernihkan pikiran. Ketika seseorang tengah sibuk dengan dunia, pikiran suntuk, ruang terasa sempit meskipun luas, dan ia membutuhkan ketenangan hati dan pikiran, tahajjudlah salah satu solusinya. Ia membutuhkan waktu di mana kebisingan hilang, jaawbannya bangun malam dan tahajjud. Ia membutuhkan waktu di mana ia bisa merenung tanpa ada yang mengganggu, jawabannya bangun malam dan tahajjud.

Nah, berikut ini adalah beberapa doa/ cara agar bisa bangun malam :
1. Sebelum tidur bacalah surat al-Ikhlas 3x, setelah itu berdoalah kepada Allah minta dibangunkan jam berapa. (versi dari Kh. Maksum Jauhari, Kediri)
2. Sebelum tidur membaca 3 ayat terakhir surat al-Baqoroh, setelah itu berdoa kepada Allah minta bangun malam
3. Sebelum tidur membaca surat al_kautsar 1x, kemudian diteruskan membaca sholawat (shollAllah ‘ala Muhammad) 10x,..setelah itu berdoa

Kalau ingin cara manual, sebelum tidur minum air putih beberapa gelas, sehingga mungkin pertengahan malam akan kebelet buang air dan memaksa kita untuk bangun.

shirotsu

Selengkapnya....

Ada Apa Dengan Bush

Pasti kita tidak pernah melupakan siapa si George W. Bush itu, mantan presiden U.S.A yang sangat terkenal, presiden U.S.A yang pada masanya dipenuhi dengan peristiwa-peristiwa memilukan seperti Tragedi WTC, serangan ke Afghanistan,
dan lain sebagainya. Namun, di sini kita tidak akan membicarakan biografinya, melainkan tentang nama "Bush" menjadi sesuatu yang tak dapat di baca di salah satu software komputer. Penasaran??? ayo ikuti langkah berikut ini :

1. Coba buka program notepad


2. ketikkan kalimat berikut ini : "Bush hid the facts" yang tak lain artinya "Presiden Bush menyembunyikan fakta-fakta"



3. simpan dengan nama "bush" di sembarang tempat , kemudian tutup notepad



4. coba buka kembali file notepad yang disimpan dengan nama bush tadi,


5. apakah yang terjadi??...

beginilah jadinya, tak ada kalimat apapun, yang ada hanyalah deretan kotak-kotak yang tak jelas maksudnya....
?????????? kok bisa gitu yo

shirotsu

Selengkapnya....

Senin, 09 November 2009

Bagaimana cara shalat qadha dan berapa raka’at?

Shalat adalah kewajiban yang paling utama atas setiap muslim dan tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi apapun, baik sakit maupun dalam kondisi ketakutan yang mencekam karena situasi sedang genting. Apabila seseorang sedang sakit dan tidak mampu berdiri ia diperbolehkan melaksanakan shalat sambil duduk, apabila tidak mampu duduk ia dapat melakukannya sambil berbaring, apabila tidak mampu berbaring ia boleh melakukannya dengan posisi terlentang. Demikian pula dalam perjalanan jarak jauh,
diperbolehkan melakukan shalat dengan cara menjamak dan mengqasharnya atau menggabungkan dua shalat dalam satu waktu dan meringkas jumlah raka’atnya sehingga yang biasanya dilakukan empat raka’at boleh dilakukan hanya dengan dua raka’at saja dengan syarat-syarat tertentu.
Apabila seseorang ketiduran yang sangat nyenyak dan tidak terjaga sama sekali sehingga salah satu waktu shalat atau lebih dari satu waktu terlewatkan ia wajib melaksanakan shalat yang tertinggal itu segera ketika ia terjaga dari tidurnya dengan niat qadha karena shalat yang dilakukan itu sudah keluar dari waktunya.
Demikian pula kalau ia terlupa. Apabila itu dilakukan maka terbebaslah dirinya dari beban kewajiban shalat, semoga Allah menerima shalatnya. Rasulullah bersabda: “Barang siapa tertidur sehingga tidak shalat atau terlupakan maka ia wajib melaksanakan shalatnya ketika ia terjaga atau ketika ia teringat” (Hadits shahih riwayat Tirmidzi). Bagaimana kalau seorang muslim dengan sengaja meninggalkan kewajiban shalatnya? Apabila ia meninggalkan shalat dengan alasan sudah tidak wajib lagi atas dirinya karena dia merasa sudah mencapai tingkat keislaman tertentu maka orang tersebut dihukumkan sebagai orang yang sudah murtad atau keluar dari agama Islam. Semoga Allah melindungi diri kita semua dari kemurtadan. Sedangkan apabila alasan meninggalkannya karena malas atau karena merasa ada kesibukan-kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan atau karena sakit dan sebagainya maka orang seperti itu tidak menjadi murtad akan tetapi menjadi muslim yang fasik.
Kedua macam orang tersebut apabila ia ingin tobat dan kembali ke jalan Allah ia wajib mengganti atau mengqadha semua shalat yang telah ia tinggalkan. Mungkin ia telah meninggalkan shalat selama satu bulan, atau satu tahun atau bahkan lebih sehingga bertahun-tahun ia tidak shalat sama sekali.
Orang seperti itu seharusnya menggunakan seluruh waktu yang ada untuk mengqadha semua shalatnya berapapun jumlahnya dan tidak boleh mengerjakan pekerjaan apapun kecuali pekerjaan-pekerjaan yang penting yang berkaitan langsung dengan kelangsungan hidupnya. Namun beban seperti itu akan membuat sebagian besar orang yang punya hutang shalat berat untuk melaksanakan qadha shalat sehingga bukan hanya tidak mau mengqadha shalat-shalat yang lalu, bahkan bisa menjadikannya meninggalkan shalat sama sekali.
Berdasarkan pertimbangan seperti di atas dan mengacu kepada landasan hukum syari’at Islam untuk memberikan kemudahan dalam situasi sulit maka pendapat saya untuk mengqadha shalat-shalat yang telah ditinggalkan ialah dengan melakukan shalat-shalat tersebut setelah melaksanakan shalat wajib pada waktunya masing-masing.

Sebagai contoh, seseorang yang telah meninggalkan shalat selama satu tahun dan ingin mengqadhanya maka setiap kali ia selesai malaksanakan shalat seperti zhohor ia berdiri lagi dan melaksanakan shalat zhohor lagi dengan raka’at yang sama tapi dengan niat mengqadhanya, demikian pula shalat ashar, ia lakukan dua kali, yang pertama shalat ashar pada waktunya dan yang kedua shalat ashar untuk qadha.
Demikian pula maghrib, isya’, dan subuh yang harus dilakukan selama satu tahun. Kalau dia melakukan setiap shalat qadhanya dua kali (qadha shalat zhohor dua kali, qadha shalat ashar dua kali demikian pula maghrib, isya’ dan subuh) maka ia butuh waktu enam bulan saja, kalau tiga kali qadha maka ia hanya butuh waktu empat bulan saja, demikian seterusnya.


Assalamu’alaikum. Kalau shalatkan lebih baik berjamaah tapi kalau takut timbul riya pada saat kita berangkat ke masjid bagaimana Pak?

Jawaban:
Timbulnya perasaan takut riya ketika hendak mengerjakan suatu kebaikan itu adalah bisikan setan untuk membuat orang yang bersangkutan mengurungkan niatnya melakukan kebaikan tersebut. Karena setan dengan berbagai cara menggoda manusia untuk tidak melakukan kebaikan dan mendorong mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk. Pengertian riya itu ialah suatu pekerjaan yang dilakukan karena untuk mengharap pujian dari manusia, atau sengaja memperbaiki perbuatan tersebut karena ada orang yang melihatnya, kalau tidak ada yang melihatnya ia melakukannya secara biasa saja.
Contohnya seseorang yang pergi ke masjid atau ke mushalla untuk shalat berjamaah dia menggunakan pakaian yang berbeda (lebih rapih/bagus) daripada kalau dia shalat sendirian di rumah. Allah memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk berpenampilan yang bagus dan rapih setiap kali akan beribadah kepada-Nya, baik beribadahnya di rumah seorang diri maupun beribadahnya di tengah-tengah orang banyak, karena yang akan dia hadapi adalah Allah baik shalatnya di rumah maupun di masjid/mushalla. Penampilan yang berbeda ketika berjamaah sudah terdapat unsur riya dalam hal berpakaian, tapi mudah-mudahan bukan dalam hal berjamaahnya. Itu hanya contoh kecil saja untuk memudahkan pemahaman kita terhadap riya.


Assalamu’alaikum. Apa do’a agar permintaan kita dikabulkan Allah dan shalat apa yang harus kita lakukan?

Jawaban:
Dalam sebuah hadits shohih riwayat Imam Ahmad bin Hanbal Rasulullah bersabda: “Siapa saja yang melakukan wudhu dengan sebaik-baiknya kemudian ia mendirikan shalat dua raka’at dengan sempurna niscaya Allah akan memberikan kepadanya apa yang dia minta kepada Allah baik secara cepat maupun di kemudian hari”. Itulah anjuran Rasulullah saw untuk melaksanakan shalat hajat ketika ingin menyampaikan hajat dan keinginan kita kepada Allah, baik di siang hari maupun di malam hari. Berdo’anya boleh sebelum memulai shalat dengan bahasa sendiri atau selesai shalat. Bahkan akan lebih baik kalau doanya diungkapkan ketika setiap kali sujud karena posisi sujud adalah posisi yang paling dekat antara hamba dengan Allah swt. Akan tetapi karena di dalam shalat maka berdo’anya di dalam hati saja.

Ada ulama salaf yang mengajarkan bacaan di dalam shalatnya yaitu pada setiap raka’at baca al-Fatihah, kemudian ayat kursi tanpa membaca bismillah, kemudian baca surah al-Ikhlas 11X. Bacaan-bacaan tersebut di baca pada setiap raka’at baik shalatnya dua raka’at atau empat raka’at maupun lebih. Agar lebih cepat lagi do’a itu terkabul iringi shalat hajat tersebut dengan amal-amal soleh yang lain seperti memperbanyak istighfar, membaca Alqur’an secara berurutan dan amal-amal soleh yang bisa dirasakan oleh orang lain seperti sedekah. Terutama bulan Ramadhan yang Allah jadikan sebagai momen mustajab sebagaimana yang Allah firmankan di dalam surah al-Baqarah: 186. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka [jawablah], bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi [segala perintah-Ku] dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.
Ayat tersebut terletak di antara ayat-ayat yang menjelaskan tentang puasa dan yang berkaitan dengan bulan Ramadhan. Peletakan ayat tersebut di antara ayat-ayat yang menjelaskan tentang puasa dan Ramadhan memberikan isyarat bahwa berdo’a dan meminta kepada Allah di bulan Ramadhan akan mempercepat dikabulkannya oleh Allah swt.

Selengkapnya....